Allah, Manusia dan Makanan: Tadabbur QS. Abasa Ayat 23-34
Oleh: Alvin Qodri Lazuardy
Muqaddimatan
Manusia, dalam setiap aspek kehidupannya, begitu lekat dengan apa yang ia konsumsi. Tidak hanya sebagai kebutuhan biologis, makanan mencerminkan hubungan yang sangat mendalam antara alam, penciptaan, dan Sang Pencipta. Firman Allah dalam Surat Abasa ayat 23-34 memberi kita sudut pandang yang memukau tentang bagaimana makanan, yang kita pandang sebagai kebutuhan sehari-hari, adalah bagian dari tanda kekuasaan-Nya. Setiap suapan membawa makna, proses, dan nilai yang jauh melampaui pemenuhan fisik semata.
Allah mengingatkan, “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan dengan memasang akalnya kepada makanannya.” Sejenak kita berhenti dan merenung, apa sebenarnya yang terdapat dalam makanan yang tersaji di hadapan kita? Setiap biji-bijian, buah-buahan, sayur-mayur, dan daging yang kita konsumsi hadir bukan karena kebetulan. Mereka adalah hasil dari proses yang diatur secara sempurna oleh Sang Khalik, melibatkan unsur-unsur bumi, air, angin, serta organisme lainnya yang bekerja sama dalam harmoni.
Allah mencurahkan air dari langit, membuka bumi sehingga tumbuhlah biji-bijian, anggur, zaitun, kurma, sayuran, buah-buahan, dan rumput untuk hewan ternak kita. Setiap elemen tersebut disediakan Allah bukan hanya untuk mengisi perut, namun juga sebagai nikmat dan ujian bagi kita. Proses penciptaan makanan ini adalah tanda kebesaran-Nya, yang melibatkan elemen-elemen alam dan mikroorganisme yang bekerja sesuai peranannya. Dengan ini, kita tidak hanya memperoleh kebutuhan fisik, tetapi juga pelajaran mendalam tentang ketergantungan kita pada alam semesta dan yang mengaturnya.
Kaitan Makanan Dengan Langit, Bumi, dan Kehidupan
Makanan yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari perjalanan panjang yang melibatkan berbagai unsur alam. Di langit, awan terbentuk dengan butir-butir air yang berkumpul, lalu jatuh sebagai hujan, membasahi bumi, meresap ke dalam tanah, menghidupkan benih yang tertanam di dalamnya. Kemudian, tumbuhlah tanaman-tanaman yang kelak akan menjadi sumber makanan bagi manusia dan hewan. Setiap tahapan dalam proses ini adalah perwujudan dari aturan alam yang ditetapkan Allah, yang jika kita renungkan dengan akal yang jernih, menunjukkan betapa besar kuasa-Nya dan betapa teraturnya alam semesta ini.
Tidak berhenti di situ, mikroba dalam tanah memainkan peran dalam memecah zat-zat organik sehingga menjadi unsur hara yang diserap oleh tanaman. Setiap tanaman kemudian melalui proses fotosintesis, menghasilkan energi yang pada akhirnya kita peroleh sebagai sumber kehidupan. Begitu pula, hewan ternak yang kita pelihara memakan tumbuhan yang disediakan oleh Allah, menjadi bagian dari rantai makanan yang pada akhirnya sampai kepada kita. Setiap langkah dalam rantai ini adalah cerminan kerja sama antara makhluk-makhluk Allah yang tiada henti melayani dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Makanan: Kesejahteraan dan Pertanggungjawaban
Di balik setiap suapan makanan terdapat surga dan neraka. Mengapa demikian? Karena makanan yang kita konsumsi adalah amanah dari Allah. Ketika manusia makan dengan kesadaran bahwa setiap butir nasi, setiap helai sayuran, dan setiap potong daging melalui proses panjang yang melibatkan banyak makhluk, maka ia akan lebih menghargainya dan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan nikmat tersebut. Namun, jika manusia tidak memedulikan dari mana asal makanan itu atau berlebihan dalam konsumsinya, ia berisiko jatuh dalam ketidakadilan terhadap alam.
Makanan yang kita konsumsi bisa menjadi sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan penuh rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan. Namun, jika kita berlebihan, memakan apa yang bukan hak kita, atau bahkan merusak lingkungan demi produksi makanan yang berlebihan, kita juga bisa jatuh dalam dosa dan kerusakan yang akhirnya kembali pada diri kita sendiri.
Menjaga Keselarasan dengan Alam
Firman Allah dalam ayat ini mengajarkan kita untuk bersikap bijaksana dalam menjaga keselarasan dengan alam. Dengan menyadari bahwa makanan kita adalah bagian dari sistem ekologis yang sempurna, kita akan terdorong untuk hidup dalam harmoni dengan alam, mengambil secukupnya dan tidak merusak. Dalam setiap makanan terdapat unsur surga, jika kita merawatnya, namun juga ada ancaman neraka jika kita lalai dalam menjaga amanah tersebut.
Dengan demikian, memahami proses penciptaan makanan ini bukan hanya tentang memahami ilmu alam, tetapi juga menyadari peran kita sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab dalam mengelola bumi. Sebuah tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan, tidak hanya bagi kita, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.
Khatiman
Merenungi firman Allah dalam Surat Abasa ini seharusnya mengantarkan kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang peran kita sebagai khalifah di muka bumi. Setiap makanan yang kita konsumsi, jika direnungkan, dapat menjadi pengingat akan kekuasaan Allah dan tanggung jawab kita dalam menjaga alam semesta ini. Dengan kesadaran ini, kita tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menumbuhkan rasa syukur, tanggung jawab, dan sikap bijaksana dalam mengelola sumber daya yang Allah titipkan kepada kita. Semoga kita senantiasa dapat memaknai setiap nikmat Allah dengan penuh kesadaran dan rasa syukur.